Parta Harapkan RUU Provinsi Bali Beri Kewenangan Retribusi Pariwisata kepada Pemprov
Jakarta – Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Bali diharapkan dapat memberikan kewenangan kepada pemerintah Provinsi Bali untuk mengenakan restribusi pariwisata kepada wisatawan maupun pelaku usaha wisata. Kewenangan yang diberikan ini dipastikan tidak akan mengurangi devisa atau penerimaan pusat atau negara dalam APBN selama ini.
Hal tersebut disampaikan Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, I Nyoman Parta dalam rapat pleno Baleg, di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/2/2022).
“Tidak akan berkurang sepersenpun. Kalaupun ada wisatawan yang datang, (justru) bertambah pendapat negara. Karena yang dibebankan adalah mereka yang datang. Yang dibebankan mereka yang berusaha. Jadi tidak membebankan negara secara langsung,” tegasnya.
Rapat mengagendakan pembahasan hasil kajian harmonisasi 6 RUU tentang Provinsi yaitu Provinsi Bali, Provinsi NTT, Provinsi NTB, Provinsi Sumetera Barat, Provinsi Riau dan Provinsi Jambi.
Menurut Parta, secara umum substansi materi RUU di semua Provinsi hampir sama. Namun, secara khusus tiap Provinsi memiliki potensinya masing-masing. Sehingga pendekatannya adalah potensi yang dimiliki oleh daerah bersangkutan.
“Terkait Provinsi Bali, NTB dan NTT, karena memang UU nya berbasis pada UU yang lama. Harus memang diubah dan telah kita lakukan untuk provinsi sebelumnya,” sebut Parta.
Mengenai substansi yang berbeda dengan provinsi lain, politisi dari PDI Perjuangan ini menjelaskan Bali memiliki potensi dan karakteristik berbeda. Yaitu Bali tidak memiliki sumber daya alam yang bisa dieksploitasi seperti tambang dan sumber daya alam lainnya.
Parta mengatakan pada UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Pusat dan Daerah hanya mengatur daerah yang mendapatkan dana perimbangan adalah yang berasal dari sumber daya alam, sedangkan Bali tidak memiliki itu.
“Jadi hanya itu. Daerah bisa dapat selisih atau prosentasi dari pusat,” ujarnya.
Potensi besar yang dimiliki Bali adalah dari pariwisata. Untuk itu, Partai menekankan agar RUU Provinsi Bali memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah di Bali mengambil retribusi dan kontribusi dari pelaku pariwisata dan para wisatawan yang datang ke Bali.
“Bali menginginkan bisa mendapatkan kewenangan yang diberikan oleh UU tentang Provinsi Bali ini untuk mengambil retribusi dan kontribusi dari pelaku pariwisata dan mereka yang berwisata ke Bali,” tegasnya.
Lebih jauh, Parta mengungkapkan dibelahan negara lain seperti di Singapura dan beberapa negara di Eropa sudah berlaku retribusi seperti itu.
Fakta lapangan, beber dia, Bali dengan delapan Kabupaten dan satu Kota, selama ini belum berhasil mengatasi ketimpangan antar Kabupaten/Kota di Bali.
“Selama ini memang ada pajak PHR (Pajak Hotel dan Restoran). Tapi pajak PHR dominan hanya dinikmati oleh 4 Kabupaten,” sebutnya.
Iapun menegaskan bahwa kewenangan yang akan diberikan kepada pemerintah Bali nanti bukanlah pajak tetapi retribusi. Sementara Perda tentang Restribusi Wisatawan di Bali selama ini belum ada.
“Jadi ini perlu kehadiran UU yang memberikan kewenangan pada pemerintah Provinsi Bali untuk mengenakan restribusi pariwisata, wisatawan maupun pelaku usaha pariwisata. Bukan pajak tapi restribusi,” tegasnya.
Parta juga menyebut bahwa dana retribusi pariwisata yang terkumpul itu nantinya, bisa digunakan untuk mengatasi ketimpangan pembangunan di Bali, untuk merawat kebudayaan Bali, untuk merawat lingkungan Bali dan Desa Adat, dan kearifan lokal Bali.
Untuk diketahui, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Bali telah diajukan Gubernur Bali Wayan Koster dengan mendatangi Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Salah satu hal mendasar dari pengajuan RUU itu adalah bahwa Bali dibentuk dengan Undang-Undang (UU) 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur yang masih berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950) dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
Padahal saat ini, Indonesia menggunakan UUD 1945 dengan bentuk negara yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tidak berbentuk federal seperti halnya zaman RIS.
“Alasannya karena UU yang berlaku selama ini adalah UU tentang Provinsi Bali, NTB, dan NTT menggunakan UU Nomor 64 Tahun 1958 yang konsiderannya masih menggunakan UU RIS dan UUDS. Satu UU mengatur tiga Provinsi rasanya sudah tidak relevan dengan kebutuhan daerah masing masing. Karena karakter corak dan potensi daerahnnya berbeda-beda,” pungkas Parta.
Berita Terkait Lainnya>
Wawali Arya Wibawa Buka “Ten Rounds Musik in The Ring”
22 April 2025
268Bupati dan Ketua TP PKK Badung Dikukuhkan Sebagai Ayah dan Bunda GenRe
22 April 2025
232Wawali Arya Wibawa Beri Apresiasi “Anniversary Firth Right”
22 April 2025
365Dorong Pemerataan, Gubernur Koster dan Kepala Daerah Teken Kesepakatan 10 Persen PHR untuk 6 Kabupaten di Bali
22 April 2025
Pidato Lengkap Megawati Saat Pembukaan Kongres IV PDIP
Paduan Suara PDI Perjuangan BALI - Juara I