Alit Kelakan Bahas Urgensi Menghadirkan Kembali Pokok-Pokok Haluan Negara di Sembung Gede
Tabanan – Acara Dengar Pendapat Masyarakat kembali dilaksanakan di Desa Sembung Gede, Kecamatan Kerambitan, Tabanan, pada Kamis, 1 Desember 2022. Dengar Pendapat Masyarakat kali ini, mendatangkan narasumber, IGN Kesuma Kelakan sebagai Anggota Badan Pengkajian MPR RI yang dihadiri Kepala Desa Sembung Gede, Bendesa Adat Sembung Gede, beserta para tokoh yowana, dan tokoh adat serta tokoh masyarakat setempat untuk membahas kajian terhadap Sistem Ketatanegaraan UUD NRI 1945 dan pelaksanaannya yang menghadirkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara.
Seperti dikatakan Alit Kelakan sapaan akrab Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan itu, sesuai dengan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 dalam kurun waktu 1999-2002 membawa implikasi besar dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Salah satu substansi perubahan yang termaktub dalam UUD NRI Tahun 1945 adalah pada pasal 1 ayat (2) yang semula berbunyi “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”, menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
“Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tidak lagi menjalankan kedaulatan rakyat secara penuh. Perubahan terhadap ketentuan pemegang dan pelaksana tertinggi kedaulatan rakyat juga turut diikuti dengan eliminasi kewenangan penting MPR lainnya seperti kewenangan memilih Presiden dan Wakil Presiden serta kewenangan menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara,” bebernya, seraya menyebutkan perlu diketahui bahwa sebelum amandemen, kewenangan MPR menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara termaktub dalam pasal 3 UUD Tahun 1945.
Tetapi meskipun UUD Tahun 1945 yang menjadi sumber formil keberadaan haluan negara telah berlaku sejak 18 Agustus 1945, bentuk haluan negaranya sendiri baru ditetapkan pada tahun 1960 oleh Presiden Soekarno melalui Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1960 tentang Garis-garis Besar daripada Haluan Negara. Penpres tersebut kemudian diperkuat melalui Ketetapan MPRS No.I/MPRS/1960 tentang “Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara” yang secara substansial merupakan pidato Soekarno.
“Ketetapan MPRS tersebutlah yang kemudian dijadikan salah satu acuan dalam membentuk haluan negara dalam pembangunan nasional dengan nama Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana,” jelasnya.
Pada masa Orde Baru, haluan negara tidak lagi dimaknai sebatas pidato presiden yang memimpin, tetapi merupakan suatu dokumen pembangunan nasional yang kemudian dijabarkan dalam Ketetapan MPR tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Di mana sistematika GBHN dibagi menjadi Pola Dasar Pembangunan Nasional, Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang, dan Pola Umum Pembangunan Lima Tahun.
Pelaksanaan Pola Umum Pembangunan Lima Tahun dituangkan dalam bentuk Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Pasca dihapusnya kewenangan MPR untuk menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara, kebijakan mengenai haluan negara kemudian dituangkan dalam model Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004. Peraturan ini didasarkan pada pertimbangan ketiadaan Garis-Garis Besar Haluan Negara pasca reformasi dan untuk menjamin agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran serta agar dapat menjamin tercapainya tujuan negara.
“Melihat bagaimana haluan negara diterjemahkan secara berbeda sejak orde lama hingga reformasi, maka menunjukkan bahwa terminologi haluan negara masih sangat bervariasi,” beber Anggota DPD RI Perwakilan Bali periode 2014 – 2019 itu.
Melalui beberapa ketentuan dalam rumusan terkait dengan RPJPN di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi catatan penting. Diantaranya adalah bahwa perumusan haluan negara yang pasca amandemen diterjemahkan dalam SPPN lebih didominasi oleh sudut pandang Presiden. Padahal perumusan haluan negara sebaiknya juga memperhatikan dan juga mempertimbangkan sudut pandang dari cabang-cabang kekuasaan lainnya di luar kekuasaan Presiden.
Selain itu, akibat dari adanya siklus atau pergantian kepemimpinan setiap 5 tahun sekali, maka RPJMN yang berisi visi dan misi Presiden terpilih juga tidak dapat dijamin akan sesuai dengan substansi haluan pembangunan dalam RPJPN. Hal ini tentu berimplikasi pada kesinambungan pembangunan nasional yang dicita-citakan.
“Keresahan terhadap eksistensi haluan negara membuat MPR periode 2014-2019 merekomendasikan beberapa hal kepada MPR periode 2019-2024 yang salah satu rekomendasinya adalah terkait dengan pokok-pokok haluan negara. Beberapa pihak menyikapi rekomendasi MPR periode 2019-2024 sebagai upaya untuk mengembalikan tatanan kelembagaan MPR layaknya pada masa sebelum Amandemen UUD Tahun 1945,” imbuhnya.
Wakil Gubernur Bali periode 2003–2008 tersebut juga menyebutkan urgensinya menghadirkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara, karena setelah lebih dari dua dekade reformasi, berbagai kalangan melakukan refleksi terhadap kemajuan pembangunan bangsa Indonesia. Salah satu hal yang paling banyak direfleksikan adalah tentang pentingnya Pokok-Pokok Haluan Negara dihadirkan kembali, dalam menjalankan pembangunan bangsa Indonesia ke depan.
Dalam alam demokrasi Indonesia, di mana checks and balances serta kedudukan Ketetapan MPR berada di bawah UUD 1945, sejatinya keberadaan Haluan Negara tidak akan menganggu keberlangsungan sistem presidensil, sebab kehadiran Haluan Negara semata-mata untuk mewadahi konsep-konsep bernegara yang demokratis. Keberadaan Haluan Negara nantinya juga akan menjawab permasalahan pengaturan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang sifatnya development oriented tanpa melihat keterkaitan sejarah dan kearifan politik yang terbangun pada saat perumusan Pancasila dan UUD 1945. Implikasi dengan adanya Haluan Negara ini, dapat disampaikan pemikiran bahwa sebenarnya UUD 1945 setelah amandemen, sebenarnya telah memuat beberapa ketentuan yang berkaitan dengan prinsip penyelenggaraan negara untuk mengurusi pendidikan dan kebudayaan (Bab XIII, Pasal 31 dan 32), serta perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial (Bab XIV, Pasal 33 dan 34). Ketentuan tersebut sebenarnya dapat dikatakan sebagai sebuah haluan negara, walaupun tidak diberikan judul “Garis- Garis Besar Haluan Negara”.
“Atas dasar hal tersebut, semestinya ketentuan-ketentuan ini ditegaskan sebagai sebuah haluan negara disertai penyempurnaan-penyempurnaan sehingga dapat dijadikan pedoman pembangunan yang berkelanjutan serta dapat dilakukan penegakannya. Dari sinilah, cikal bakal Haluan Negara yang termuat dalam Konstitusi Indonesia telah ada,” tegas Alit Kelakan.
Dari pembahasan itu, dapat disimpulkan urgensi menghadirkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara berdasar lemahnya Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional perencanaan pembangunan model SPPN hanya bertumpu di tangan eksekutif (executive centris), visi, misi dan program kerja Presiden terpilih ternyata dalam beberapa hal berbeda dengan visi, misi dan program kerja Kepala Daerah terpilih, Presiden atau kepala daerah penggantinya tidak ada kewajiban untuk melanjutkan program pembangunan yang telah atau sedang dijalankan tetapi belum sempat selesai oleh Presiden atau Kepala Daerah sebelumnya.
Pokok-Pokok Haluan Negara harus mengandung prinsip-prinsip direktif yang berfungsi sebagai pedoman kebijakan dasar negara atau sebagai kaidah penuntun dalam menjabarkan falsafah negara dan pasal-pasal konstitusi ke dalam kebijakan pembangunan negara. Pokok-Pokok Haluan Negara disertai dengan penyempurnaan ketentuan-ketentuan sehingga dapat dijadikan pedoman pembangunan yang berkelanjutan serta dapat dilakukan penegakannya
“Sangat perlu menghadirkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Keberadaan haluan negara ini akan makin melengkapi sempurnanya bangunan ketatanegaraan Indonesia berdasarkan sistem presidensial yaitu Indonesia memiliki Pancasila sebagai haluan ideologi negara, UUD NRI Tahun 1945 sebagai dasar konstitusi negara dan haluan negara sebagai kebijakan dasar pembangunan negara,” tutup Alke nama bekelnya itu.
Berita Terkait Lainnya>
Pakai Busana Adat Bali Hadiri Kampanye, Wayan Koster Apresiasi Ribuan Warga Desa Busungbiu
15 November 2024
313Denpasar Selatan “Menyala” Untuk Koster-Giri dan Jaya-Wibawa, Dijamin Nikmati Program Pro Rakyat
15 November 2024
263Solusi Konkret Atasi Kemacetan, Warga Denpasar Jatuhkan Hati pada Koster-Giri
15 November 2024
365Lestarikan Budaya Bali, Koster-Giri Siap Perjuangkan Rp 500 juta untuk Desa Adat, Bersumber dari PAD Baru
15 November 2024
Pidato Lengkap Megawati Saat Pembukaan Kongres IV PDIP
Paduan Suara PDI Perjuangan BALI - Juara I